Semboyan Hidup Isen Mulang

Implementasi Bhinneka Tunggal Ika

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang dirinya sebagai individu atau kelompok masyarakat. Kelompok ini menjadi satu kesatuan dalam masyarakat luas.

Bangsa Indonesia bersifat plural ditinjau dari keragaman agama, budaya, dan suku. Meski berbeda diperlukan menjalin kerukunan, toleran, dan saling menghormati, sehingga tidak ada orang yang memandang remeh pihak lain. Contoh saling membantu ketika terkena musibah.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Semboyan bangsa Indonesia, merupakan kutipan dari Kitab Sutasoma.

Kutipan kata-kata itu diambil pada pupuh 139 bait lima yang berbunyi sebagai berikut.

Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen

Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa

Pada bait itu dijelaskan bahwa meski Buddha dan Siwa berbeda tetapi dapat tetap dikenali.

Sebab Buddha dan Siwa adalah tunggal, meski berbeda.

Sehingga bila diterjemahkan, kata bhinneka berarti ragam, tunggal berarti satu, dan ika berarti itu.

Jadi, menurut asal kata, semboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu.

Baca Juga: 4 Fungsi Pancasila sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum, Apa Saja?

Nah, kata-kata itu dianggap sesuai dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan ras.

Kecocokan itu membuat kata-kata Bhinneka Tunggal Ika dicantumkan dalam lambang negara Garuda Pancasila.

Hingga kini semboyan tersebut masih sesuai dan perlu terus dipelajari serta diamalkan oleh semua masyarakat Indonesia.

Kapan Kitab Sutasoma dibuat?

Petunjuk: cek di halaman 1!

Lihat juga video ini, yuk!

Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.

Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.

Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023

Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan

Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

Belajar Empati dengan Berbagi, SPK Jakarta Nanyang School Kunjungi Panti Asuhan Desa Putera

Sejarah Lambang Garuda Pancasila

Usai kemerdekaan, selang antara tahun 1945-1949, Indonesia membutuhkan sebuah lambang negara. Sehingga dibentuklah tim Panitia Lencana Negara dibawah koordinator mentri negara, Sultan Hamid II. Mereka bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk diajukan pada pemerintah. Akhirnya terpilih dua lambang usulan dari Sultan Hamid II dan M Yamin. Tetapi karya milik M Yamin ditolak pemerintah, sebab menyertakan sinar-sinar matahari, seraya simbol mengikuti Jepang.

Setelah diskusi panjang dan koordinasi dengan presiden Republik Indonesia Serikat (RIS), Soekarno dan perdana menterinya M Hatta, Sultan Hamid II berupaya untuk menyempurnakan lambang burung Garuda Pancasila. Hingga akhirnya resmi dipakai tanggal 11 Februari 1950 dalam sidang RIS. Serta sang presiden mulai memperkenalkan pada masyarakat Indonesia saat di hotel Des Indes, pada tanggal 15 Februari 1950.

Setelah diresmikan, Sultan Hamid II dan Soekarno tetap berusaha memperbaiki Lambang Garuda Pancasila. Berawal dari burung Garuda yang gundul telah diganti oleh Soekarno, karena dinilai menyerupai simbol negara Amerika Serikat. Serta sebelumnya cakar burung Garuda yang memegang bendera merah putih. Kini telah berganti menjadi pita putih bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Burung garuda menggunakan perisai, sebagai bentuk lambang tenaga pembangun (creatif vermogen), seperti dikenal pada peradaban Indonesia. Burung garuda dari mitologi, bersanding erat dengan burung elang rajawali. Burung yang terlukis pada beberapa candi, termasuk Dieng, Prambanan dan Panataran.

Umumnya makna garuda terkenal baik oleh archeologi dan kesusasteraan Indonesia. Lencana garuda juga pernah dikenakan oleh perabu Airlangga pada abab 11, bernama Garudamukha. Alasan kuat lainnya, pergerakan Indonesia Muda tahun 1928 pernah memakai panji-panji sayap garuda. Bagian tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan.

Makna Semboyan Bangsa Indonesia

Berdasarkan jurnal berjudul Kajian Analitik Terhadap Semboyan Bhinneka Tunggal Ika karya I Nyoman Pursika, menjelaskan tentang sejarah semboyan negara. Kata Bhinneka Tunggal Ika diambil dari kutipan Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Semboyan negara ini diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata “Bhinneka” artinya beraneka ragam atau berbeda-beda, kata “Tunggal” artinya satu, sedangkan “Ika” artinya itu. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan menjadi “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda, tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan.

Semboyan bangsa Indonesia ini dipakai sebagai gambaran persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia sendiri terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Fungsi mendasar Bhinneka Tunggal Ika adalah landasan persatuan dan kesatuan. Pada dasarnya, setiap kelompok memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing. Peran semboyan negara untuk membentuk dan menamkan pada masyarakat tentang keberagaman, sehingga tidak memicu konflik.

Tidak Mencari Menangnya Sendiri

Mengutip dari jurnal Peranan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam Menanggulangi Politik Identitas karya Rizal Habi Nugroho penerapan semboyan untuk menghormati dan menghargai pihak lain. Menghargai ini bisa menerima dan memberi pendapat dalam kehidupan yang beragam.

Musyawarah membentuk kesatuan dan mencapai mufakat. Dalam hal ini ada istilah common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih untuk mencapai mufakat. Beberapa kelompok bisa menemukan solusi dari musyawarah.

Pita Bertuliskan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Makna lambang Pancasila berikutnya pada bagian paling bawah, terdapat pita putih yang digenggam oleh cakar burung Garuda. Pita bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika” dengan tinta warna hitam. Diambil dari penggalan kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Bhinneka berarti berbeda-beda, tunggal artinya satu, dan ika berarti itu. Sehingga secara bahasa, bhinneka tunggal ika, memiliki arti “berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Nusantara memiliki segudang deretan suku, budaya, bahasa, hingga ras yang unik. Keanekaragaman di setiap daerah tersebut menjadi kekayaan yang patut dibanggakan. Meskipun Indonesia berbeda-beda, tapi pada hakikatnya tetap satu kesatuan. Menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semboyan Bangsa Indonesia – Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia, yang tertulis pada pita burung Garuda Pancasila. Secara konstitusional, semboyan negara diatur dalam pasal 36A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.

Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda, tetapi tetap satu”.

Diterjemahkan per kata, kata bhinnêka berarti “beraneka ragam” dan terdiri atas kata bhinna dan ika, yang digabung. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan bangsa Indonesia ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuno yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14, di bawah pemerintahan Raja Rājasanagara, yang juga dikenal sebagai Hayam Wuruk. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:

Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Terjemahan ini didasarkan, dengan adaptasi kecil, pada edisi teks kritis oleh Dr. Soewito Santoso.

Hal tersebut memberi makna inspiratif bagi Bangsa Indonesia. Terdapat kekayaan keberagaman di berbagai pulau dan wilayah tersebar di Indonesia. Seluruh perbedaan budaya, suku, kepercayaan dan masih banyak lagi, semuanya mengarah pada persatuan. Semangat toleransi dengan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika, sebagai bentuk sikap menghargai setiap perbedaan.

Keberagaman dan Contoh Bhineka Tunggal Ika

Dalam kehidupan sehari-hari, ada berbagai keragaman yang membuat masyarakat bisa bersatu dan kompak. Mengutip buku Keberagaman dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada berbagai macam keberagaman, yaitu:

Dari ensiklopedia Indonesia, suku bangsa adalah kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang memiliki garis keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Kelompok suku ini mmeiliki kesamaan dalam sejarah, sejarah atau keturunan, bahasa, sistem nilai, adat istiadat, serta tradisi. Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa merupakan sekelompok manusia yang memiliki kesatuan budaya dan terikat kesadaran akan identitas. Contoh suku di Indonesia garis keturunan ayah (paternalistik) adalah suku Jawa dan suku Batak. Suku yang mengikuti garis maternalistik (ibu/perempuan) contohnya Suku Minangkabau.

Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar dan ideologi negara. Di Indonesia, agama berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Negara memberikan jaminan untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Jaminan beragama ada di pasal 29 ayat (2) UUD negara RI tahun 1945. Di Indonesia ada 6 agama resmi yang diakui Pemerintah yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ras adalah goolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik, dan rumpun bangsa. Ras dikelompokan dari bentuk badan, muka, hidung, dan warna kulit. Contoh ras di Indonesia adalah ras Mongoloid, di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Ras Melanesoid banyak tinggal daerah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu di Indonesia ada keturunan ras Ras Asiatic Mongoloid seperti orang-orang Tionghoa, Jepang, dan Korea.

Rasa Kasih Sayang dan Rela Berkorban

Bhineka Tunggal Ika perlu dilandasi rasa kasih sayang kehidupan bangsa dan negara. Tanpa kasih sayang dan rela berkorban tanpa pamrih kesatuan tidak terwujud.

Keberagaman Antargolongan

Golongan merupakan kelompok dalam masyarakat yang beragam. Dalam sosiologi dikenal istilah Stratifikasi Sosial. Istilah ini adalah pengelompokan masyarakat dalam kelas-kelas sosial tertentu. Meski terjadi keberagaman antar golongan, adanya semboyan negara dapat menorong kerukunan, persatuan dan kesatuan bangsa. Keberagaman antargolongan bisa menumbuhkan kesadaran bagi setiap warga negara. Contoh keberagaman golongan adalah bantuan perusahaan memberi bantuan pada pengusaha kecil yang terdampak Covid-19. Kelompok mahasiswa memberikan buku gratis dan ilmu pada anak yatim piatu.